Beranda | Artikel
Penuntut Ilmu Agama: 3 Hal Ini Wajib Kamu Hafal - Syaikh Abdussalam asy-Syuwaiir #NasehatUlama
Sabtu, 5 Desember 2020

 

Di antara perkara yang penting dalam masa awal menuntut ilmu adalah memperhatikan hafalan. Menghafal itu wajib, selagi usia Anda masih muda dan selagi Anda masih di awal belajar, selagi Anda belum mencapai usia empat puluh tahun, kita katakan bahwa usia muda sampai empat puluh tahun, jika Anda belum berumur empat puluh tahun maka Anda harus menghafal. Hafalan ini penting, teramat penting karena lembar-lembar ilmunya berada dalam hati mereka dan yang paling mulia dan utama untuk dihafal adalah al-Qur’an.

Dan jangan sampai Anda melalaikan al-Qur’an, bahkan Abu Zinad, murid Abu Hurairah -semoga Allah meridai beliau-, berkata:

Aku dapati orang yang paling jauh dari al-Qur’an adalah orang yang mendalami ilmu fikih, aku sangka mereka di atas kebaikan; mereka sibuk dengan pendapat dan pemahaman, namun sayang sekali mereka meninggalkan al-Qur’an.”

Jadi, yang paling utama untuk diperhatikan dan yang harus dimulai pertama kali untuk dihafal adalah firman Allah ‘azza wa jalla. Dan setiap ilmu pasti ada masalah-masalah yang harus dihafalkan dan saya akan sebutkan beberapa di antaranya setelah ini. Pengarang nazam al-Wajiz berkata; “Dan kemudian, ilmu fikih sangat tinggi kedudukannya, dan Allah pilih orang-orang terbaik untuk mempelajarinya  Namun pada setiap cabang ilmu yang ada, tanpa menghafalnya takkan ada gunanya.

Maka menghafal itu wajib. Sebagian orang, Allah ‘azza wa jalla beri dia kemudahan untuk menghafal nazam sehingga menghafal nazam lebih mudah baginya dari pada air yang mengalir. Dan sebagian orang merasa kesulitan menghafal nazam sehingga dia menghafal prosa. Banyak kita dapati orang menghafal prosa. Dan sebagian yang lain merasa lebih mudah dengan ‘Istidzhar’. Perhatikan! Ada istilah yang disebut dengan ‘Istidzhar’. Istidzhar beda dengan hafalan, sebagian orang membayangkan kalimat yang seolah-olah tertulis di atas kertas yang berada di hadapannya, akan tetapi dia tidak hafal secara sempurna. Maka perhatikan diri Anda, bagaimana keadaan Anda dan seperti apa tipikal Anda maka lakukanlah.

Apa yang harus dihafal? Pertama yang harus dihafal adalah dalil-dalil hukum dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Qur’an harus dihafal, diperhatikan untuk dihafal semampu Anda. Jika Anda tidak mampu menghafal keseluruhannya, maka bersemangatkah untuk berusaha menghafal semampu Anda. Al-Qur’an adalah yang pertama dan yang terakhir, yang pertama kali diperintahkan dan yang paling akhir berada di lisan seseorang. Karena al-Qur’an adalah pangkal semua urusan Anda, maka perhatikan firman Allah ‘azza wa jalla ini dan tidak ada kata berhenti dan kompromi untuk al-Qur’an. Sebagian ahli fikih dan ushul fikih ketika membahas masalah syarat bolehnya berijtihad, sebagian mereka berkata bahwa syarat ijtihad adalah sudah menghafal semua ayat-ayat hukum.

Kemudian mereka berselisih pendapat berapa jumlah ayat-ayat hukum? Disebutkan bahwa jumlahnya ada empat ratus, atau lima ratus, atau enam ratus, atau jumlah lainnya. Dan sebagian ulama berpendapat, termasuk para pengarang kitab Musawwadah yaitu keluarga Taimiyah, dan secara tegas syeikh Taqiyyuddin mengatakan perkataan ini, beliau berkata, “Dan pendapat ini tidak tepat namun seseorang tidak boleh berijtihad dalam masalah hukum kecuali apabila dia sudah menghafal keseluruhan al-Qur’an.

Dia harus memahami keseluruhan isi al-Qur’an. Jadi, harus menghafal al-Qur’an, ini yang pertama. Yang kedua adalah menghafal sunah, dan yang paling penting adalah hadis-hadis hukum, ini yang harus dihafal. Adapun hadis-hadis tentang ancaman dan yang berhubungan dengannya, seandainya Anda menyampaikannya secara makna maka perbedaan redaksi tidak akan menyebabkan perbedaan hukum. Berbeda dengan hadis-hadis hukum, adanya perbedaan harakat dan kata bisa menyebabkan perbedaan hukum.

Saya beri kalian satu contoh masalah perbedaan kata sebagaimana dalam hadis Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari ‘Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seorang wanita yang mengalami istihadah yang bertanya ke beliau, beliau menjawab; “Diamlah selama kebiasaan masa haidmu.” Dan redaksi yang lain dalam kitab Sahih, “Diamlah selama masa haidmu.”

Dan kebanyakan dari kita akan berkata bahwa kedua kalimat ini tidak ada bedanya padahal sebenarnya perbedaan antara keduanya adalah seperti perbedaan atap masjid ini dengan lantainya, saya tidak mengatakan seperti langit dan bumi namun hanya seperti atap dan lantainya saja. Oleh sebab itu, perbedaan pendapat antara mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali adalah karena hadis ini. Yaitu, ketika wanita yang mengalami istihadah mengetahui masa kebiasaan haidnya dan juga mampu membedakan darah yang keluar, yang menjadi patokan kebiasaannya atau kemampuannya?

Bagi yang mengatakan bahwa patokannya adalah kemampuannya dalam membedakan, mereka berkata, “Kami menguatkan riwayat ‘Diamlah selama masa haidmu.’” Sedangkan yang mengatakan bahwa patokannya adalah kebiasaan masa haidnya, mereka berkata, “Kami menguatkan riwayat ‘Diamlah selama kebiasaan masa haidmu.‘” Imam Ahmad berkata, “Ini adalah yang lebih sahih sanadnya.” Yaitu riwayat kedua.Sehingga perbedaan redaksi dalam hadis-hadis hukum bisa mengakibatkan perbedaan hukum. Demikian pula dalam masalah harakat, silakan Anda merujuk kitab al-Ilma’, al-Qadhi ‘Iyadh telah menyampaikan sekitar tujuh hadis yang perbedaan harakat padanya menyebabkan perbedaaan hukum. Seperti hadis, “Penyembelihan janin adalah seperti penyembelihan induknya (dzakaata ummihi)” atau “… dengan penyembelihan induknya (dzakaatu ummihi).”

Dan jumhur ulama mengatakan bahwa riwayat yang benar adalah “Penyembelihan janin adalah dengan penyembelihan induknya (dzakaatu ummihi).” Jadi, janinnya dianggap disembelih, ketika induknya disembelih, yakni ketika disembelih dan terpotong dua saluran darahnya, yaitu ketika sudah terpotong kerongkongannya dan tenggorokannya kemudian dua saluran darahnya maka ketika itu janin yang berada di dalam perut induknya menjadi halal, dan tidak perlu lagi disembelih meskipun sudah hampir keluar selama belum keluar hidup-hidup. Adapun mazhab Hanafi berpendapat bahwa penyembelihan janin harus seperti penyembelihan induknya, maksudnya cara menyembelihnya harus sebagaimana cara menyembelih induknya. Sehingga janin tidak halal sampai keluar terlebih dahulu dalam keadaan hidup kemudian disembelih dengan memotong dua titik dari empat titik yang harus dipotong. Jadi, perhatikan masalah hafalan ini sangat penting, ini adalah masalah pertama. Masalah kedua adalah yang harus dihafal setelah menghafal dalil-dalil hukum adalah menghafal istilah-istilah. Istilah-istilah ini harus diketahui, dan maksud dari istilah yang saya bicarakan ini adalah istilah itu sendiri yang harus dihafal, Anda hafal istilahnya dan memahami maknanya saja, jadi tidak harus Anda menghafalkan definisinya karena definisi suatu istilah secara detail itu sangat mustahil.

Sehingga definisi itu hanya sebagai gambaran umum saja, sebagaimana dikatakan oleh syeikh Taqiyyuddin dan selain beliau. Bahkan sebagian orang yang menghafal definisi, ketika dia bisa menjabarkan definisi kemudian ingin menyampaikannya lagi justru dia merasa kesulitan dan tidak memahami apa yang dia katakan, karena kadang dia menyampaikan perkataan Ibnu Hajib, atau definisi yang disampaikan Muhamad bin Abdussalam al-Hawari dalam kitab at-Ta’rif, atau perkataan Ibnu Arafah. Jadi definisi dari istilah-istilah ini secara mendetail sudah terasa sulit bagi para penulisnya, apalagi bagi para pembacanya. Oleh sebab itu saya harapkan Anda memahami istilah dan maknanya saja dan contoh-contoh istilah ada banyak, sangat banyak.

Dan bahkan mungkin dalam setiap cabang ilmu ada istilahnya masing-masing, dalam fikih, ushul fikih, ilmu hadis dan lain sebagainya. Jadi, harus membaca dan memahami istilah dan dalam setiap istilah masih ada istilah-istilah lagi dalam masing-masing mazhab secara khusus. Dan memang demikian, ilmu mustalah adalah ilmu yang sangat luas sekali dan sudah ada kitab-kitabnya tersendiri, demikianlah harus menghafal istilah-istilah.

Perkara ketiga yang harus dihafal adalah matan, pada setiap cabang ilmu hafalkan matannya. Karena hafalan matan ini akan membuat bahasa matan tersebut berpindah di lisan Anda karena setiap cabang ilmu memiliki bahasa khusus yang digunakan oleh para pakar ilmu tersebut. Maka apabila Anda menghafal matan tertentu, niscaya lisan Anda akan terbiasa dengan bahasa mereka, bahasa para pakar ushul fikih, bahasa ahli fikih, bahasa ahli hadis dan seterusnya. Selain mengerti istilah mereka, Anda juga mengerti bahasa mereka dari sisi susunan katanya dan juga dari kebiasaan tertentu dalam gaya bahasa mereka, misalnya. Inilah perkara-perkara yang paling penting untuk dihafal karena menghafal itu penting dan pembahasan ini juga memerlukan pembahasan lebih lanjut.

====================

مِنَ الْأُمُورِ الْمُهِمَّةِ فِي ابْتِدَاءِ طَلَبَةٍ…فِي ابْتِدَاءِ طَلَبِ الْعِلْمِ الْعِنَايَةُ بِالْحِفْظِ

يَجِبُ مَا دُمْتَ صَغِيرَ السِّنِّ حَدِيثًا فِي أَوَّلِ أَمْرِكَ لَمْ تَصِلْ بَعْدُ إِلَى أَرْبَعِينَ

لِنَقُولَ إِنَّ الصَّغِيرَ إِلَى الْأَرْبَعِيْنِ لَمْ تَصِلْ بَعْدُ إِلَى الْأَرْبَعِيْنِ فَيَجِبُ أَنْ تُعْنَى بِالْحِفْظِ

الْحِفْظُ هَذَا مُهِمٌّ مُهِمٌّ جِدًّا أَنَاجِيلُهَا فِي صُدُورِهِمْ الْقُرْآنُ أَجَلُّ وَأَوْلَى مَا يُحْفَظُ

وَإِيَّاكَ أَنْ تَغْفَلَ عَنْ هَذَا الْقُرْآنِ حَتَّى قَالَ أَبُو زِنَادٍ تِلْمِيذُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

وَجَدْتُ أَزْهَدَ النَّاسِ فِي الْقُرْآنِ الْمُتَفَقِّهَ أَظُنُّ أَنَّهُمْ عَلَى خَيْرٍ يَشْتَغِلُونَ بِالرَّأْيِ وَالْفِقْهِ وَيَتْرُكُونَ الْقُرْآنَ

إِذَنْ أَوْلَى مَا يُعْنَى بِهِ وَأَوَّلُ مَا يُبْتَدَأُ بِهِ هُوَ كَلَامُ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ بِالْحِفْظِ

وَكُلُّ عِلْمٍ لَا بُدَّ مِنْ حِفْظِ أَشْيَاءَ فِيهِ سَأَذْكُرُ بَعْضَهَا بَعْدَ قَلِيلٍ

يَقُولُ صَاحِبُ نَظْمِ الْوَجِيزِ وَبَعْدُ فَالْفِقْهُ عَظِيمُ الْمَنْزِلَةِ قَدِ اصْطَفَى اللهُ خِيَارَ الْخَلْقِ لَهُ

لَكِنَّهُ بَلْ كُلُّ عِلْمٍ يُوضَعُ بِدُونِ حِفْظِ لَفْظِهِ لَا يَنْفَعُ

لَا بُدَّ مِنْ حِفْظٍ بَعْضُ النَّاسِ يُيَسِّرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ حِفْظَ النَّظْمِ فَيَكُونُ نَظْمٌ أَسَهْلَ عَلَيْهِ مِنَ الْمَاءِ الزُّلَالِ

وَبَعْضُ النَّاسِ يَسْتَصْعِبُ نَظْمًا وَيُعْنَى بِالنَّثْرِ يُوجَدُ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يَحْفَظُونَ النَّثْرَ

وَبَعْضُ النَّاسِ يَسْتَسْهِلُ الْاِسْتِظْهَارَ انْتَبِهْ هُنَاكَ شَيْءٌ اسْمُهُ اِسْتِظْهَارٌ

إِذَنِ الْاِسْتِظْهَارُ آخَرُ بَعْضُ النَّاسِ يَسْتَظْهِرُونَ الْكَلَامَ كَأَنَّ الشَّيْءَ المَكْتُوبَ أَمَامَهُ عَلَى وَرَقَةٍ

وَلَكِنَّهُ لَيْسَ حَافِظًا لَهُ بِالتَّمِّ فَأَنْتَ اُنْظُرْ مَا هُوَ حَالُكَ وَمَا هِيَ نَفْسُكَ فَافْعَلْ ذَلِكَ الشَّيْءَ

مَا الَّذِي يُحْفَظُ ؟ أَوَّلُ مَا يُحْفَظُ الْأَدِلَّةُ كَلَامُ اللهِ وَ كَلَامُ رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ

الْقُرْآنُ يَجِبُ أَنْ تُعْنَى بِحِفْظٍ… بِحِفْظِهِ قَدْرَ اسْتِطَاعَتِكَ

إِنْ لَمْ تَحْفَظْهُ كُلَّهُ فَاحْرِصْ عَلَى أَنْ تَسْعَى لِحِفْظِهِ قَدْرَ اسْتِطَاعَتِكَ

الْقُرْآنُ هُوَ الْأَوَّلُ وَهُوَ الْآخِرُ أَوَّلُ مَا يُأْمَرُ بِهِ وَ آخِرُ مَا يَجِبُ أَنْ يَكُونَ عَلَى لِسَانِ الْمَرْءِ

هُوَ الْأَصْلُ فِي كُلِّ أَمْرِكَ إِذَنْ اِعْنِ بِالْقُرْآنِ كَلَامُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا مُفَاصَلَةَ وَلَا مُحَاجَّةَ فِي الْقُرْآنِ

بَعْضُ الْفُقَهَاءِ وَالأُصُوْلِيِّينَ لَمَّا ذَكَرُوا قَضِيَّةَ شُرُوطِ الْاِجْتِهَادِ قَالَ بَعْضُهُمْ مِنْ شَرْطِ الْاِجْتِهَادِ أَنْ يَكُونَ حَافِظًا لِآيَاتِ الْأَحْكَامِ

ثُمَّ اخْتَلَفُوا كَمْ عَدَدُ آيَاتِ الْأَحْكَامِ؟

فَقِيلَ أَرْبَعُمِائِةٍ وَقِيلَ خَمْسُمِائِةٍ وَقِيلَ سِتُّمِائِةٍ وَقِيْلَ غَيْرَ ذَلِكَ

قَالَ بَعْضُ أهْلِ الْعِلْمِ صَاحِبُ الْمُسَوَّدَةِ أَوْ أَصْحَابُ الْمُسَوَّدَةِ وَهُمْ آلُ التَّيْمِيَّةَ
وَالظَّاهِرُ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ قَالَ هَذِهِ الْكَلِمَةَ قَالَ وَ هَذَا غَيْرُ صَحِيحٍ

بَلْ لَا يَكُونُ الْمَرْءُ مُجْتَهِدًا فِي الْأَحْكَامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ حَافِظًا لِلْقُرْآنِ كُلِّهِ

لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ عَالِمًا بِالْقُرْآنِ كُلِّهِ

إِذَنْ لَا بُدَّ مِنَ الْقُرْآنِ هَذَا أَوَّلُ الشَّيْءِ

الثَّانِي السُّنَةُ وَأَهَمُّ أُمُورِ السُّنَّةِ أَحَادِيثُ الْأَحْكَامِ هِيَ الَّتِي تُحْفَظُ

أَمَّا أَحَادِيثُ الْوَعْدِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهِ فَإِنَّهُ لَوْ أَتَيْتَ بِهَا بِالْمَعْنَى فَإِنَّهُ لَا يَنْبَنِي عَلَى اخْتِلَاَفِ مَعْنَى الْحُكْمُ

بِخِلَافِ أَحَادِيثِ الْأَحْكَامِ فَإِنَّ اخْتِلَافَ حَرَكَةٍ أَوِ اخْتِلَافَ حَرْفٍ فِيهِ يُؤَدِّي إِلَى اخْتِلَافِ الْحُكْمِ

أَضْرِبُ لَكُمُ الْمِثَالَ فِي اخْتِلَافِ حَرْفٍ جَاءَ فِي حَدِيثِ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ قَالَ

فِي الْمَرْأَةِ الْمُسْتَحَاضَةِ لَمَّا سَألَتْهُ قَالَ تَمْكُثُ اُمْكُثِيْ قَدْرَ حَيْضَتِكِ
وَلَفْظُ آخَرُ فَي الصَّحِيحِ اُمْكُثِيْ حَيْضَتَكِ

أَغْلَبُنَا سَيَقُولُ لَا فَرْقَ بَيْنَ الْكَلِمَتَيْنِ وَالْحَقِيقَةُ أَنَّ الْفَرْقَ بَيْنَهُمَا كَالْفَرْقِ بَيْنَ سَقْفِ هَذَا الْمَسْجِدِ وَ أَرْضِهِ

لَا أَقُولُ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأرْضِ وَإِنَّمَا السَّقْفُ وَ الْأرْضُ

وَلِذَلِكَ الْخِلَافُ بَيْنَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ بِنَاءً عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ

وَهِيَ إِذَا تَعَارَضَتِ الْعَادَةُ مَعَ التَّمْيِيْزِ عِنْدَ الْمَرْأَةِ عِنْدَ الْمُسْتَحَاضَةِ هَلْ تُقَدَّمُ الْعَادَةُ أَوِ التَّمْيِيزُ؟

فَمَنْ قَالَ يُقَدَّمُ التَّمْيِيْزُ قَالَ نُقَدِّمُ الرِّوَايَةَ اُمْكُثِيْ حَيْضَتَكِ
وَمَنْ قَالَ نُقَدِّمُ الْعَادَةَ قَالَ نُقَدِّمُ الرِّوَايَةَ اُمْكُثِي قَدْرَ حَيْضَتِكِ

قَالَ أَحَمْدُ وَهِيَ أَصَحُّ إِسْنَادًا – الثَّانِي

إِذَنْ اخْتِلَاَفُ الْأَلْفَاظِ فِي أَحَادِيثِ الْأَحْكَامِ يَنْبَنِي عَلَيْهِ اخْتِلَاَفُ الْحُكْمِ

وَهَكَذَا فِي الْحَرَكَاتِ أَنْتَ تُرَاجِعُ كِتَابَ الْإِلْمَاعِ فَقَدْ أَوْرَدَ الْقَاضِيُّ عِيَاضُ نَحْوَ مِنْ سَبْعَةِ أَحَادِيثَ اِخْتِلَاَفَ حَرَكَةٍ فِيهَا اخْتَلَفَ فِيهَا الْحُكْمُ

مِثْلُ ذَكَاةُ الْجَنِينِ ذَكَاةَ أُمِّهِ أَوْ ذَكَاةُ أُمِّهِ؟

الْجُمْهُورُ يَقُولُونَ وَ هُوَالصَّوَابُ رِوَايَةً ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ

فَإِذَا ذُكِّيَ الْجَنِينُ… فَإِذَا ذُكِّيَ الْأُمُّ يَعْنِي ذُبِحَتِ الْأُمُّ وَقُطِعَ فِيهَا وَدَجَانِ

وَيَتْبَعُ… وَقُطِعَ مِنْهَا الْمَرِيءُ وَالْحُلْقُومُ يَتْبَعُهُ وَدَجَانِ فَإِنَّهُ حِينَئِذٍ الْجَنِينُ الَّذِي فِي بَطْنِهَا يَكُونُ حَلَالًا

لَا يَحْتَاجُ إِلَى تَذْكِيَةٍ وَلَوْ كَانَ يَعْنِي قَرِيبَ الْخُرُوجِ مَا لَمْ يَخْرُجْ حَيًّا

بَيْنَمَا قَالَ الْحَنَفِيَّةُ ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةَ أُمِّهِ أَيْ صِفَتُهُ كَصِفَةِ ذَكَاةِ أُمِّهِ

فَلَا يَحِلُّ إِلَّا أَنْ يَخْرُجَ وَفِيهِ حَيَاةٌ مُسْتَقِرَّةٌ ثُمَّ يُذَكَّى بِقَطْعِ هَذَيْنِ الْاِثْنَتَيْنِ مِنْ أَرْبَعَةٍ

إِذَنِ انْظُرْ يَعْنِي قَضِيَّةُ الْعِنَايَةِ بِالْحِفْظِ مُهِمٌّ هَذَا الْأَمْرُ الْأَوَّلُ

الْأَمْرُ الثَّانِي مِمَّا يُحْفَظُ بَعْدَ الْأَدِلَّةِ حِفْظُ الْمُصْطَلَحَاتِ

الْمُصْطَلَحَاتُ هَذِهِ لَا بُدَّ مِنْ مَعْرِفَتِهَا وَعِنْدَمَا أَقُولُ مُصْطَلَحَاتِ أَيْ الْمُصْطَلَحُ نَفْسُهُ هُوَ الَّذِي يُحْفَظُ

تَحْفَظُ الْمُصْطَلَحَ وَتَفْهَمُ مَعْنَاهُ لَا يَلْزَمُ أَنْ تَحْفَظَ التَّعْرِيفَ لِأَنَّ الْمُصْطَلَحَ تَعْرِيفُهُ عَلَى سَبِيلِ الدِّقَّةِ مِنَ الْمُحَالِ

وَإِنَّمَا هُوَ مِنْ بَابِ التَّصَوُّرَاتِ ذَكَرَ ذَلِكَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ وَغَيْرُهُ

بَلْ إِنَّ بَعْضَ مَنْ عُنِيَ بِالتَّعَارِيفِ عَرَّفَ تَعْرِيفًا فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْجِعَ إِلَيْهِ اِسْتَصْعَبَهُ وَلَمْ يَفْهَمْ كَلَامَهُ

قِيلَ ذَلِكَ فِي حَقِّ ابْنِ الْحَاجِبِ وَقِيلَ كَمَا نَقَلَهُ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ الْهَوَّارِيُّ فِي التَّعْرِيفِ وَ قِيلَ ذَلِكَ فِي حَقِّ ابْنِ عَرَفَةَ

إِذَنْ بَعْضُ تَّعْرِيْفِهَا مِنَ الدِّقَةِ مَا يَسْتَصْعِبُهَا مُكَاتِبُهَا نَاهِيكَ عَنْ قَارِئِهَا

وَلِذَلِكَ أَنَا أُرِيدُكَ أَنْ تَفْهَمَ الْمُصْطَلَحَاتِ وَالْمَعَانِي وَالْأَمْثِلَةُ لِالْمُصْطَلَحَاتِ كَثِيرَةٌ جِدًّا جِدًّا جِدًّا

وَهَذِهِ رُبَّمَا فِي كُلِّ فَنٍّ مُصْطَلَحَاتُهُ فِي الْفِقْهِ فِي الْأُصولِ فِي عِلْمِ الْحَدِيثِ وَغَيْرِهِ

وَلِذَلِكَ لَا بُدَّ مِنْ قِرَاءَةِ مُصْطَلَحَاتٍ وَمَعْرِفَتِهَا وَ دَاخِلُ الْمُصْطَلَحَاتِ فِيهِ مُصْطَلَحَاتٌ فِي كُلِّ مَذْهَبٍ بِالْخُصُوصِ

وَهَكَذَا عِلْمُ الْمُصْطَلَحَاتِ عِلْمٌ كَبِيرٌ جِدًّا وَفِيهِ مُؤَلَّفَاتٍ مُفْرَدَةٍ إِذَنْ الْعِنَايَةُ بِالْمُصْطَلَحَاتِ

الْأَمْرُ الثَّالِثُ مِمَّا يُحْفَظُ فِي كُلِّ مَتْنٍ يُحْفَظُ… فِي كُلِّ فَنٍّ يُحْفَظُ الْمَتْنُ

لِأَنَّ حِفْظَكَ هَذَا الْمَتْنَ يَجْعَلُ لُغَةَ الْمَتْنِ عَلَى لِسَانِكَ لِكُلِّ فَنٍّ لُغَةٌ يَتَكَلَّمُ بِهَا أَصْحَابُهَا

فَأَنْتَ إِذَا حَفِظْتَ مَتْنًا مُعَيَّنًا فَإِنَّهُ يُصْبِحُ عَلَى لِسَانِكَ لُغَةَ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لُغَةَ الْأُصُولِيِّينَ لُغَةَ الْفُقَهَاءِ لُغَةَ مُحَدِّثِينَ وَهَكَذَا

مَعَ مَعْرِفَةِ مُصْطَلَحَاتِهِمْ تَعْرِفُ لُغَتَهُمْ مِنْ حَيْثُ التَّرَاكِيبُ وَمِنْ حَيْثُ يَعْنِي لَهُمْ عَادَاتٌ مُعَيَّنَةٌ فِي صِيَغَاتِهِمْ مَثَلًا

إِذَنْ هَذِهِ أَهَمُّ الْاَشْيَاءِ الَّتِي تُحْفَظُ فَإِنَّ الْحِفْظَ مُهِمٌّ وَالْحَدِيثُ أَيْضًا فِيهِ يَحْتَاجُ إِلَى يَعْنِي يَعْنِي الطُّولِ

 


Artikel asli: https://nasehat.net/penuntut-ilmu-agama-3-hal-ini-wajib-kamu-hafal-syaikh-abdussalam-asy-syuwaiir-nasehatulama/